Minggu, 10 Juli 2011

What Is Wakaf

What Is Wakaf

Dalam istilah Syara’ secara umum,wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (kepemilikan) asal (tahbisul ashli), lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud Tahbisul Ashli ialah menahan barang yang di wakafkan itu agar tidak di wariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah digunakan sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (Wakif) tanpa imbalan.
Namun para ahli fikih dalam tataran pengertian wakaf yang lebih rinci, saling bersilang pendapat.
a. Imam Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, malah dia boleh menariknya kembali. Jika si wakif meninggal dunia, harta wakaf diwariskan kepada ahli warisnya. Jadi, efek dari wakaf hanyalah “menyumbangkan manfaatnya”.
b. Imam Malik
Wakaf tetap menjadi milik wakif, tetapi si wakif tidak boleh melakukan sesuatu yang menyebabkan kepemilikannya atas harta itu lepas, dan ia tidak boleh menarik kembali wakafnya, serta ia wajib menyedekahkan manfaat wakaf tersebut.
Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk waktu tertentu, jadi tidak ada wakaf selamanya(kekal).
Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itudari penggunaan secara pemilikan, tetapi membolehkanpemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, sedang benda itu tetap jadi milik si wakif.
c. Imam Syafii dan Imam Ahmad Bin Hambal
Wakaf adalah melepas harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakaf, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh lagi melakukan apapun terhadap harta yang diwakafkan. Wakif menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf ‘alaih (yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat melarang penyaluran sumbangannya tersebut.
d. Madzhab Imamiyah
Benda yang di wakafkan menjadi milik mauquf alaih, namun tidak boleh menghibahkan dan menjualnya.

Keabadian Benda Wakaf
Para Imam Madzhab, kecuali Imam Maliki, berpendapat bahwa wakaf terjadi jika benada itu diwakafkan selama-lamanya atau terus menerus. Itu sebabnya wakaf disebut sebagai Shadaqah Jariyyah.
Sementara pendapat Maliki, wakaf ada jangka waktunya, Setelah itu kembali kepada pemiliknya. Hal ini cukup relevan dengan kondisi saat ini, seperti kita kenal dalam hukum agrarian ada istilah HGB (Hak Guna Bangunan), Hak Pakai, atau Sistem Kontrak.
Penjualan Benda Wakaf
Tidak terlalu banyak perbedaan dikalangan ulama tentang masalah ini. Ada yang sama sekali melarang menjualnya dan ada pula yang tidak berpendapat.
Secara Umum Ketentuannya adalah:
a. Mesjid
Semua sepakat tidak boleh menjual Mesjid. Namun Imam Hambali berpendapat bahwa Mesjid boleh dijual ketika tidak ada jemaahnya yang shalat disitu lagi. Atau karena Mesjid itu sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi kecuali dengan cara dijual. Jadi dengan sangat terpaksa di jual.
b. Kekayaan Mesjid
sebagian ulama membolehkan menjualnya atau mengambil manfaatnya sebagai upah bagi yang mengurusnya.
c. Wakaf Non Mesjid
Sebagian Ulama, kecuali Syafii membolehkan menjual Wakaf non mesjid dengan alasan :
1. Bila benda wakaf itu sudah tidak member manfaat lagi sesuai dengan peruntukannya.
2. Bila hanya bisa dimanfaatkan dengan menjualnya.
3. Bila benda itu sudah rusak atau ambruk.
4. Bila disyaratkan atau diizinkan oleh wakif.
5. Bila ada sengketa antara pengurus wakaf.
6. Bila benda wakaf itu dijual sehingga hasilnya bisa di pakai untuk memperbaiki bagian yang lainnya.
7. Bila mesjidnya Ambruk, barang-barang seperti batu bata, papan, kaca, dan lainnya. Penjualannya dilihat dari kemaslahatannya yang dipandang oleh pengurus.
Dasar Hukum Wakaf
Tidak ada ayat Al-quran yang menegaskan tentang perintah wakaf atau secara tegas memerintahkan wakaf. Namun ada ayat yang di fahami berkaitan dengan wakaf sebagai amal kebaikan, misalnya: QS Al Hajj 77, Ali Imran 92, Dan Al Baqarah 261.
Selain itu, ada beberapa hadits Nabi saw:
Dari Abu Hurairah ra, Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Apabila anak Adam (Manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya. Kecuali tiga perkara: Shadaqah Jariyyah, Ilmu yang bermanfaat, dan Anak shaleh yang mendoakan orang tuanya (HR Muslim).
Hadits tersebut dikemukakan dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan Shadaqah Jariyyah dengan wakaf (Imam Muhammad Ismail Al Kahlani,tt. 87).
Dari Ibnu Umar ra berkata, bahwa sahabat Umar ra memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian mengahadap Rasulullah saw untuk memohon petunjuk, Umar berkata, “Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?”
Rasulullah saw menjawab, “bila kamu suka, kamu tahan pokoknya (tanahnya) dan kamu sedekahkan hasilnya”.
Kemudian Umar melakukan Shadaqah, tidak dijual, tidak juga dihibahkan dan tidak juga diwariskan.
Berkata Ibnu Umar, Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta (HR Muslim).
Dari Ibnu Umar ra. Ia berkata, Umar mengatakan kepada Nabi saw, saya mempunyai seratus dirham saham di Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi saw mengatakan kepada Umar, “Tahanlah (jangan jual, hibahkan atau wariskan) asalnya (modal pokok) dan jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah”. (HR Bukhari dan Muslim).
Jadi, kalau melihat hukumnya, wakaf termasuk dalam kategori muamalah sunnah yang segala ketentuannya bersifat ijtihadi, artinya sesuai dengan hasil penggalian hukum-hukum oleh para ahli fikih. Sehingga hal itu sifatnya fleksibel.
Jelas kalau wakaf itu potensinya cukup besar untuk bisa di kembangkan sesuai kebutuhan zaman, terutama dalam pengembangan ekonomi lemah.
Beda dengan zakat. Kalau zakat hukumnya wajib dikeluarkan dengan batas nishab yang ditentukan. Adapun ayat-ayat Al-Quran yang membahas masalah zakat diantaranya adalah QS At-Taubah 60 dan At-Taubah 103.


0 komentar:

Posting Komentar